"Si Banteng" Tergolek Lemas


Kelihaian menyisir di sayap kiri lapangan, membuat R.E Suhendar menjadi salah satu nama yang paling disegani saat Persib berada pada zaman keemasan Kompetisi Perserikatan tahun 60-an. Hampir tidak ada yang dapat menghentikannya jika dia sudah menggirin bola untuk menusuk ke jantung pertahanan lawan. Hal itu membuat dia oleh rekan setimnya dijuluki "Si Banteng". Saat itu, dia bermain bersama Simon Hehanusa, Hermanus, Juju (kiper), Ishak Udin, Iljas Hadade, Rukma, Fatah Hidayat, Sunarto, Thio Him Tjhaiang, Ade Dana, Hengki Timisela, Wowo Sunaryo, Nazar, Omo Suratmo, Pietje Timisela, dll.

Julukan "Banteng" ini karena dia memiliki kecepatan dan badan besar, sehingga tahan bantingan. Posisi spesialisnya di sayap kiri makin sulit tergantikan karena dia juga memiliki spesialis tendangan kaki kiri sangat keras. Saat itu, Persib dihuni materi pemain berkualitas di semua lini sehingga berhasil menjadi juara pada Kompetisi 1961, setelah mengalahkan Persija Jakarta 3-1. Penampilannya yang gemilang itu membuat pria kelahiran Bandung 21 Maret 1938 ini terpilih masuk timnas Indonesia di bawah pelatih asal Yugoslavia Tony Poganic.

Namun, kini dia tidak seperkasa dulu lagi. Ia terserang sakit stroke dan membuatnya tergolek lemas di rumahnya di Jln. Moh. Toha belakang 315, Gg. Hanafiah 205/203 Bandung. Kulitnya terlihat sudah menempel di tulang sekujur tubuh. Ia lebih banyak diamn dan dirawat istri tercintanya, Mien Tarmilah sembari melakukan rawat jalan di RS Immanuel. Menurut Mien, kondisi tubuh suaminya dulu terkenal besar dan kekar. Namun, setelah terserang stroke akibat kadar kolesterol yang tinggi, kini berat badannya pun sudah menyusut drastis. "Dulu bapak dikenal karena badannya yang tinggi dan besar, tetapi sejak terserang stroke dan karena faktor usia juga, berat badannya menyusut hampir 20 kg," ujarnya.


Mien menceritakan, sebelum terserang stroke tiga minggu lalu, Suhendar yang mempunyai bisnis jual-beli motor bekas setelah berhenti melatih, masih sempat menjalankan aktifitas seperti biasanya yaitu mengontrol keadaan sekitar toko atau pun berjalan-jalan di daerah rumah untuk berbincang-bincang dengan tetangga. "Beruntung bapak dulu adalah olahragawan. Dokter pun sempat tidak percaya ketika memeriksa kondisi tubuh bapak, dengan usia yang menginjak 73 tahun ini bapak masih kuat beraktifitas meski mengidap penyakit paru-paru yang sering membuatnya sesak nafas," ujarnya.

Berbicara mengenai Persib, Suhendar yang ditemani istrinya bercerita tentang perjalanan hidupnya saat masih mengabdi kepada Persib. Meski ingatannya sudah berkurang karena faktor usia, Suhendar sangat bersemangat dan antusias menceritakan betapa kompak, hebat, dan ditakuti Persib pada zaman dia masih bermain. Ia sangat menyayangkan kepada para pemain Persib sekarang yang sudah memasuki tahap profesional, tetapi masih mengeluh dan tidak mau bekerja keras di lapangan, "Dulu ketika zaman saya, wowo, Omo, dan Pietje main, prestasi yang didahulukan baru hadiah. Generasi Robby Darwis (tahun 80-an) adalah pengulangan prestasi zaman saya," ujarnya.

Selain berkiprah ditingkat nasional bersama Persib, ia pun turut serta bersama Persib untuk mewakili PSSI di ajang Kejuaraan “Piala Aga Khan” di Pakistan pada 1962. Prestasi yang ditunjukkan ternyata bukan hanya sebagai pemain. Suhendar telah menyumbangkan jasanya sebagai pelatih bersama Nandar Iskandar pada saat juara kompetisi 1986, dan 1990 dengan Ade Dana.***
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...